Jumat, 15 Agustus 2008

Karya Ilmiah








Tugas IV

PERENCANAAN PROGRAM PRASARANA PENDIDIKAN

DI KOTA SURAKARTA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seiring dengan diberlakukanya UU No. 32 tahun 2004. Tentang Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), membawa dampak pada sektor pendidikan, dimana pendidikan di daerah sepenuhnya, menjadi tanggung jawab daerah, pemerintah pusat hanya bertanggung jawab pada sisi kurikulum nasional, evaluasi dan monitoring. Fakta ini menyebabkan, Dinas pendidikan harus dapat menggali semua potensi daerah, di dalam merumuskan strategi dan kebijakan pendidikan di daerahnya.

Faktor pembiayaan bidang pendidikan, sedikit banyak akan berpengaruh di dalam usaha penyediaan sarana dan prasaran pendidikan, mengingat kemampuan dari setiap daerah, akan berbeda, kaitanya dengan alokasi dana DAU, yang masih dominan sebagai sumber pembiayaan utama . Terdapat 3 (tiga) mekanisme alokasi dana bidang pendidikan, ketiga model tersebut adalah : (i) dana dekonsentrasi; (ii) dana yang langsung ke kabupaten/kota; dan (iii) dana yang langsung ke sekolah. Dana dekonsentrasi diberikan oleh pemerintah pusat kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat. Dana yang langsung ke kabupaten/kota disebut Dana Alokasi Umum (DAU). DAU merupakan transfer yang bersifat umum (block grant) untuk mengatasi masalah ketimpangan horizontal (antar daerah). Tujuannya adalah untuk mencapai keseimbangan kemampuan keuangan antar daerah (Lampiran Keputusan Presiden RI No. 1/2003). Melalui sistem block grant, pemerintah daerah diberi keleluasaan mengelola dana tersebut dalam hal besarnya dana yang dialokasikan untuk setiap sektor, termasuk sektor pendidikan. Hal ini cenderung mengakibatkan munculnya perbedaan pola dalam penggunaan DAU oleh kabupaten/kota, tergantung pada anggaran masing-masing yang ada.

Ada juga sumber pembiayaan pendidikan yang mengklasifikasikan ke dalam 4/5 kelompok input. Dimana Strategi pembiayaan disusun dengan memperhitungkan proyeksi (a) pendapatan asli daerah (PAD); (b) dana perimbangan yang meliputi dana bagi hasil, dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK); (c) dana otonomi khusus dan penyeimbang; dan (d) perkiraan alokasi belanja pemerintah pusat berupa dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan (DTP). (e) Sumber pendanaan lainnya yang dapat diperhitungkan adalah bantuan luar negeri, khususnya untuk pembiayaan program-program prioritas.

Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU RI No. 20 Tahun 2003) terdapat beberapa prinsip, dalam beberapa pasal, yang terkait dengan sistem pembiayaan pendidikan :

- Pasal 46 pendanaan pendidikan menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.

- Pasal 47, sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan dan berkelanjutan

- Pasal 49 ayat (1) mengamanatkan: “Di luar gaji guru dan biaya pendidikan kedinasan, sektor pendidikan mendapat alokasi dana minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)”.

Dengan kondisi ini, peningkatan prasarana pendidikan, akan terkait erat dengan kondisi dan potensi dari setiap daerah, yang diartikulasi dari kemapuan sumber keuangan daerah meraka (APBD kab/kota).

Pada sisi yang lain, Ada korelasi yang kuat antara usaha peningkatan mutu pendidikan dengan ketersediaan prasarana pendidikan di setiap jenjang pendidikan. Mengacu dari Renstra Depdiknas, yang menetapkan 3 strategi kebijakan dalam usaha peningkatan mutu pendidikan, yang meliputi :

1. Pemerataan dan perluasan akses pendidikan;

2. Peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing keluaran pendidikan; dan

3. Peningkatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik pengelolaan pendidikan.

Dari 3 strategi kebijakan Depdiknas tersebut, dua strategi pertama sangat terkait erat dengan faktor penyediaan sarana dan prasarana pendidikan, sebagai faktor yang menunjang usaha peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.

Tugas III

Aspek Pengembangan Sumber Daya Manusia Berbasis Potensi Lokal Dalam Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Kota

Pendahuluan

Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Kota

Paradigma perencanaan pembangunan wilayah dan kota terus mengalami perkembangan sejak pendekatan pembangunan wilayah dan kota di rasa perlu sebagai suatu disiplin ilmu dalam menyelesaikan permasalahan perencanaan pembangunan dalam sistem sosial yang rumit. Karena masuk dalam public domain yang mengharuskan analisis yang bersifat komprehensif dan terkadang sulit melakukan pengukuran kinerja produk atas policy dalam jangka pendek, maka paradigma pendekatan ilmu perencanaan pembangunan wilayah dan kota menjadi ilmu yang bersifat multidiciplinary science (menyerap dari banyak pendekatan disiplin ilmu lain yang dapat menjelaskan dari banyaknya variabel yang rumit dalam sistem sosial yang rumit pula).

Perkembangan paradigma perencanaan pembangunan wilayah dan kota, dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Pendekatan perbaikan Lingkungan Fisik; muncul sebagai akibat dari adanya revolusi industri abad 18 di Inggris, dimana pendekatannya lebih menekankan pada aspek lingkungnan fisik. Beberapa aliran yang masuk dalam pendekatan ini diantaranya :

a. Perbaikan perumahan

b. Perbaikan lingkungan bangunan

c. Perencanaan tata ruang

Dari pendekatan yang meknistik dan teknis ini, perkembangan selanjutnya mengarahkan pada pendekatan yang mulai memperhatikan aspek sosial, dari yang semula deterministik ke pendekatan behaviour.

2. Pendekatan Preskriptif; adalah model perencanaan yang semata bukan hanya menekankan pada aspek memperbaiki , tetapi juga mempertimbangkan dimensi waktu masa depan.bebrapa aliran pemikiran, yang termasuk dalam mazhab pemikiran preskriptif sebagai berikut :

a. Comprehensive theory of planning, dengan tokohnya patric geddes, melalui productnya , berupa konsep “ masterplan

b. Rational Theory

c. Incremental Theory

d. Historical Theory

e. Policy analysis Theory ; perencanaan yang berbasis pada kemampuan atau kapasitas/skill dari teknokrat sebagai perencanan melalui analisa yang berbasis science

f. Social Reform Theory; karena lingkup perencanaan domainnya adalah public, dan peran dari pemerintah sebagai pemegang otoritas perencanaan sangat kuat, maka peran dari pemerintah sangat dominan.

Model policy analysis dan reformasi sosial dikenalkan oleh friedman, dengan melihat aspek kowledge to action, atas dasar social action ; yaitu pedoman yang disusun sebagai upaya untuk memberikan arahan pembangunan kemasyarakatan. Jika model policy analysis cenderung konservatif, model reformasi sosial cenderung radical dan top down approach.

3. Pendekatan Deskriptif; karena pendekatan sebelumnya dipandang terlalu ke depan dan rasional , sehingga muncul pendekatan yang lebih menekankan pada kualitas dan peran obyekà bagaimana masyarakat memiliki peran dalam perencanaan dan tidak harus selalu rasionalistik. Beberapa aliran pemikiran dari pendekatan ini, diantaranya :

a. Extra rational à yang penting rasional untuk masyarakat

b. Intuitif à mengandalkan aspek intuisi

c. Holistik à berfokus pada perencanaan yang menyeluruh

d. Realistis yang bermutu

e. Kualitatif

f. Pembelajaran sosial (Social Learning)

g. Mobilisasi Sosial (Social Mobilization)

Mobilisasi sosial dan sosial learning, juga merupakan konsep yang dikembangkan oleh friedman. Dua model ini didasarkan pada aspek transformasi sosial, yaitu : proses transformasi pengetahuan, hak, kewajiban dan berbagai aspek yang menyangkut pembangunan kemasyarakatan kepada masyarakat, sehingga masyarakat dapat menggunakannya untuk membangun. Dua pendekatan ini 2 pendekatan ini cenderung menganut proses bottom up planning, yang membedakan adalah, jika social learning cenderung conservative, pada social mobilization cenderung radikal.

Untuk menyederhanakan model dalam memahami paradigma perencanaan pembangunan wilayah dan kota sebagai interdiciplinary science atas kompleksitas sistem sosial, model dari Robert Park dalam Catanese dan Snyder : 1988, dapat dijelaskan sebagai berikut :

Tingkat Tatanan Dalam Sistem

Semua sistem sosial terdapat dalam kondisi fisik dan lingkungan tertentu yang membatasi dan sebagian menentukan sumber daya lain dari sistem tersebut. Tatanan fisik memberikan tatanan kehidupan atau tatanan biotik berkembang. Tatanan fisik dan biotik, selanjutnya akan membantu proses produksi dan perdagangan, sebagaimana masuk dalam aktivitas tatanan teknologi dan tatanan ekonomi. Stabilitas dan keamanan, sebagai bagian dari tatanan politik adalah sangat penting untuk hubungan ekonomi yang efisien. Pada saat yang sama, pengawasan pemerintah terhadap standar formal perilaku juga penting, sehingga menciptakan pengaturan terhadap perilaku yang disebut tatanan sosial. Akhirnya sistem-sistem nilai akan menciptakan tatanan moral yang disebut tatanan ideologis. Tatanan ini mengandung pandangan-pandangan serta praktek-praktek yang diyakini oleh setiap orang ataupun kelompok, dengan demikian akan memberikan motivasi kepada mereka dan memberikan arti bagi kehidupan mereka.

Peningkatan SDM Melalui Pendidikan Berbasis Potensi Wilayah

Dari analisa sumber daya mencoba menggabungkan konsep sumber daya dari aspek spasial dan pendekatan sumber daya dari analisa resourced based view (RBV). Dari sisi spasial, dikenal adanya 3 sumber daya yang terkait dengan pengembangan wilayah/kota, ketiga sumber daya tersebut adalah sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya buatan (SDB).

Model membangun sumber daya pada level nation

Pendidikan Berbasis Potensi Lokal

Seiring dengan diberlakukanya UU No. 32 tahun 2004. Tentang Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), membawa dampak pada sektor pendidikan, dimana pendidikan di daerah sepenuhnya, menjadi tanggung jawab daerah, pemerintah pusat hanya bertanggung jawab pada sisi kurikulum nasional, evaluasi dan monitoring. Fakta ini menyebabkan, Dinas pendidikan harus dapat menggali semua potensi daerah, di dalam merumuskan strategi dan kebijakan pendidikan di daerahnya.

Faktor pembiayaan bidang pendidikan, sedikit banyak akan berpengaruh di dalam usaha penyediaan sarana dan prasarana pendidikan, mengingat kemampuan dari setiap daerah, akan berbeda, kaitannya dengan alokasi dana DAU, yang masih dominan sebagai sumber pembiayaan utama. Dimana terdapat 3 (tiga) mekanisme alokasi dana bidang pendidikan, ketiga model tersebut adalah : (i) dana dekonsentrasi; (ii) dana yang langsung ke kabupaten/kota; dan (iii) dana yang langsung ke sekolah.

Pada sisi yang lain, Ada korelasi yang kuat antara usaha peningkatan mutu pendidikan dengan ketersediaan prasarana pendidikan di setiap jenjang pendidikan. Mengacu dari Renstra Depdiknas, yang menetapkan 3 strategi kebijakan dalam usaha peningkatan mutu pendidikan, yang meliputi :

1. Pemerataan dan perluasan akses pendidikan;

2. Peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing keluaran pendidikan; dan

3. Peningkatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik pengelolaan pendidikan.

Dari 3 strategi kebijakan Depdiknas tersebut, dua strategi pertama sangat terkait erat dengan faktor penyediaan sarana dan prasarana pendidikan, sebagai faktor yang menunjang usaha peningkatan mutu pendidikan di Indonesia,

Download File Lengkap


Tugas II

KAJIAN PENENTUAN LOKASI SOLO TECHNO PARK BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (GIS)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada dekade tahun 1990-an, Mendikbud waktu itu Prof. Dr. Ing. Wardiman Djojonegoro, melemparkan ide tentang program link and match pada dunia pendidikan. Ide tersebut intinya adalah bagaimana, output dari dunia pendidikan dapat terintegrasi dengan pasar tenaga kerja/industri. Bagaimana input dari dunia pendidikan sejak awal sudah didesain untuk link dengan sektor industri yang sinkron dengan jurusan mereka. Ide ini, dalam pelaksanaanya, belum optimal dan cenderung gagal, karena banyak faktor semata bukan hanya pada perbaikan lingkup dunia pendidikan, tetapi aspek perbaikan infrastruktur pendidikan berbasis teknologi nampaknya masih lemah. Bagaimana sektor pendidikan menengah kejuruan (SMK jurusan teknik), akan sulit beradaptasi dengan industri berbasis teknologi, karena dukungan infrastruktur praktikum teknologi sangat terbatas. Laboratorium-laboratorium pendidikan kejuruan sangat tertinggal jauh dengan aplikasi di sektor industri. Dalam Renstra Depdiknas sendiri telah menyusun strategi pengembangan sekolah kejuruan melalui :

- Mengembangkan mutu dan relevansi dan membina sejumlah SMK bertaraf internasional

- Perluasan dan Pemerataan akses dengan tetap memperhatikan mutu

- Meningkatkan manajemen SMK dengan menerapkan prinsip Good Governance. (Renstra Dit PSMK, 2005:8)

Lebih lanjut, untuk mencapai strategi tersebut dilakuakan beberapa upaya, untuk meningkatkan daya saing sekolah kejuruan melalui upaya-upaya :

- Pengembangan SMK bertaraf internasional yang menghasilkan tamatan yang memiliki jati diri bangsa

- mampu mengembangkan keunggulan lokal dan bersaing di pasar global

- Tujuan Kualitas pendidikan memiliki daya saing internasional (Renstra Depdiknas, 2005:67-69).

Beranjak dari kondisi di atas, Pemerintah Kota Surakarta telah berusaha bagaimana menjembatani output dunia pendidikan kejuruan dan pendidikan tinggi dapat linkage dengan sektor industri, dengan ide untuk mengembangkan suatu kawasan teknologi (Solo Techno Park) yang dapat mengintegrasikan berbagai kepentingan terkait dengan issue pengembangan dan aplikasi teknologi berbasis SDM yang kuat untuk yang mampu mendukung pangsa tenaga kerja di sektor industri dimediasi dengan stakeholder lain, apakah itu sektor pemerintah, investor dan masyarakat.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan ketetapan Walikota Surakarta, maka lokasi geografis yang dipilih sebagai kawasan Solo Technopark adalah di wilayah Pedaringan yang sebagian telah digunakan sebagai terminal peti kemas dan pergudangan. Solo technopark akan dibangun pada lahan kosong seluas 7 hektar yang pada saat uforia reformasi (1998) dijarah oleh sekelompok warga untuk dijadikan hak milik, lokasi ini dianggap strategis karena dekat dengan kampus UNS dan STSI, tidak terlalu jauh dari pusat kota dan untuk mengembalikan tanah negara yang telah dijarah oleh sebagain warga tersebut.

Dari uraian diatas, maka permasalahan yang akan dijawab dalam penulisan tugas ini adalah, “Apakah secara ilmiah Ketetapan Walikota Surakarta terkait penentuan lokasi Solo Technopark telah tepat sehingga mampu mengintegrasikan kepentingan dunia pendidikan, dunia usaha dan Pemerintah Kota Surakarta ? “


1.3 Tujuan dan Sasaran

1.3.1. Tujuan

Tujuan penyusunan sistem informasi perencanaan ini adalah menetukan lokasi ideal bagi kawasan Solo Techno Park yang mengintegarsikan kepentingan dunia pendidikan, dunia usaha dan Pemerintah Kota Surakarta

1.3.2. Sasaran

Sasaran penyusunan sistem informasi perencanaan pemilihan lokasi kawasan Solo Techno Park adalah :

1. Memetakan kondisi pendidikan di Kota Surakarta, khususnya Sekolah Menengah Kejuruan dan Perguruan Tinggi.

2. Memetakan sebaran industri di Kota Surakarta dan sekitarnya

3. Memetakan lahan-lahan potensial yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Surakarta

4. Memetakan penggunaan lahan kota surakarta (RUTRK) bagi sektor pendidikan dan industri

5. memetakan kondisi topografi lokasi potensi bagi kawasan Solo Techno Park

1.4 Ruang Lingkup

1.4.1 Ruang Lingkup Substansi

Ruang lingkup substansi yang dikaji dalam penyusunan sistem informasi perencanaan khususnya terkait dengan pemilihan lokasi bagi kawasan Solo Techno Park , meliputi :

a. Analisis teori lokasi bagi sektor pendidikan dan bisnis

b. Analisis terhadap konsep dan operasionalisasi kegiatan techno park

c. Analisis sistem informasi perencanaan berbasis pada GIS (Geographic Information System)

1.4.2 Ruang Lingkup Spasial

Ruang lingkup kewilayahan dalam penulisan ini adalah di wilayah administrasi Kota Surakarta secara umum

Tugas I

PERENCANAAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN BERBASIS KEUNGGULAN WILAYAH (STUDI KASUS KOTA PEKALONGAN DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN BERBASIS INDUSTRI BATIK DAN PERIKANAN)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam konteks pengembangan wilayah, terdapat 3 sumber daya vital yang menentukan keberhasilan suatu pembangunan wilayah dan Kota. Ketiga sumber daya tersebut adalah sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya buatan/teknologi. Pengembangan wilayah tidak lain adalah usaha mensinergikan secara harmonis ke-3 sumber daya tersebut dengan memperhitungkan daya tampung lingkungan (aspek biotik dan fisik) itu sendiri (M.T. Zen : 1999). Dari konsep ini, variabel sumber daya alam memegang peranan kunci. Kota Pekalongan, secara konsep alam, memiliki keunggulan dalam aspek lokasi dan sumber daya laut/perikanan. Dari aspek lokasi, Kota Pekalongan merupakan salah satu jalur pantai utara yang merupakan jalur perdagangan dan jasa terbesar di Pulau Jawa. Sementara dari sisi sumber daya laut dan perikanan, Kota Pekalongan memiki pusat pelabuhan perikanan nusantara (PPN) yang menghubungkan proses produksi hasil perikanan dari hulu ke hilir. Dengan 2 kondisi tadi, merupakan sumber daya alam yang dimilki Kota Pekalongan dari sisi sumber daya alam.

Dari banyak kriteria sebagai indikator dari kualitas sumber daya manusia (SDM), aspek pendidikan, kesehatan dan kemampuan ekonomi memegang peranan penting, sebagimana dalam ukuran human development index (HDI) versi UNDP. Terkait dengan aspek pendidikan, selama ini, sektor ini seolah berdiri sendiri, dan kurang memperhatikan variabel lain di luar dunia pendidikan, seperti aspek spasial/kondisi wilayah/kota dimana proses pendidikan berjalan. Mengadapi persoalan ini, muncullah konsep pendidikan yang berbasis potensi lokal, sebagaimana dirumuskan dalam Renstra Depdiknas Tahun 2005-2009, yang salah kebijakannya adalah melakukan peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing keluaran pendidikan. Dimana dalam kebijakan ini, salah satu programnya adalah pengembangan sekolah berbasis keunggulan lokal di setiap kab/kota.

Dari Renstra Depdiknas ini, ditindaklanjutu melalui Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan (Ditmenjur), yang memodelkan adanya sekolah menengah kejuruan berstandar nasional dan internasional serta percepatan pengembangan SMK melalui skema program subsidi inovasi pengembangan SMK di seluruh Indonesia. Mengacu dari model Renstra Depdiknas dan kebijakan Ditmenjur di atas, bagi Kota Pekalongan yang memiliki daya saing di sektor industri batik dan sektor perikanan, idealnya harus memiliki lembaga pendidikan yang berbasis pada potensi dan daya saing wilayah ini. Indikator daya saing Kota Pekalongan dapat dilihat dari kontribusi sektor dalam PDRB Kota Pekalongan. Dimana dari data tersebut terlihat, dari 9 sektor dari PDRB sektor industri pengolahan, perdagangan dan jasa memberikan kontribusi terbesar dalam PDRB. Dari 2 sektor ini, sangat dipengaruhi dan digerakkan oleh industri batik dan tekstil serta turunannya (manufacture sampai retail dari produk batik), dimana industri batik rata-rata dalam lima tahun terakhir persentase terhadap PDRB berkisar 13-14 % dan perdagangan besar/retail rata-ratanya berkisar 22-23 %. Sebaliknya, sektor perikanan yang seharusnya dapat menjadi sektor unggulan Kota pekalongan, dalam 5 tahun terkhir, kontribusinya menunjukkan trend yang terus menurun.

Dari penjelasan di atas, nampak hubungan antara daya saing daerah dan pengembangan wilayah. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana peran SDM yang direpresentasi dalam tingkat pendidikan dan output tenaga kerja. Adakah sinkronisasi antara sektor pendidikan dengan pasar tenaga kerja. Dan bagaiamana 2 variabel dari SDM ini dihubungkan dengan variabel daya saing daerah dalam mendukung pengembangan pembangunan wilayah dan kota ?

Secara teoritik dan mengacu dari Renstra Depdiknas, dimana minimal harus ada 1 sekolah menegah kejuruan yang berbasis potensi lokal, untuk kasus di Kota pekalongan sudah ada, dengan berdirinya SMK perikanan dan SMK jurusan lain yang mendukung aktivitas ekonomi Kota pekalongan di 3 sektor unggulan dalam PDRB (industri, perdagangan dan jasa serta sektor perikanan). Namun demikian, berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 1.3, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan belum terdapat relevansi antara lulusan SMK dengan lapangan kerja yang ada. Hal itu dibuktikan dengan masih sedikitnya lulusan yang dapat diserap oleh sektor mata pencaharian di masyarakat. Lulusan yang banyak dihasilkan adalah lulusan dari kelompok bisnis dan manajemen sedangkan yang paling sedikit adalah dari kelompok pertanian dan kelautan. Sedangkan jenis lapangan kerja yang banyak menyerap lulusan adalah dari sektor bisnis dan manajemen dan yang paling sedikit adalah dari sektor pertanian dan kelautan .

1.2. Perumusan Masalah

Mengacu dari kondisi potensi wilayah, hubungan sektor tenaga kerja dan sektor pendidikan di Kota Pekalongan, sebagaimana digambarkan di depan, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

“ Mengapa belum terjadi optimasi dari hubungan antara output sektor pendidikan dan pasar tenaga kerja yang berbasis pada sektor industri batik dan sektor perikanan sebagai sektor unggulan Kota Pekalongan ? “

1.2.1. Tujuan dan Sasaran

1.2.2. Tujuan

1. Tujuan dari studio perencanaan pembangunan pendidikan berbasis keunggulan wilayah adalah mengidentifikasi dan menganalisis pengembangan lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) berbasis potensi lokal Kota Pekalongan yang berbasis pada sektor industri batik dan sektor perikanan

1.2.3. Sasaran

Sasaran studio perencanaan pengembangan pendidikan dalam mendukung pengembangan wilayah ini adalah :

1. Membuat konsep pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan sektor industri di Kota Pekalongan yang berbasis industri batik dan sektor perikanan

2. Mengidentifikasi sumber daya yang dimiliki oleh Kota Pekalongan, baik itu sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan (teknologi)

3. Mengidentifikasi kondisi fisik, sosial dan ekonomi Kota Pekalongan

4. Menganalisis daya saing Kota Pekalongan

1.3. Ruang Lingkup

1.3.1. Ruang Lingkup Substansi

Ruang lingkup substansi yang dikaji dalam pengembangan pendidikan berbasis keunggulan wilayah dalam mendukung pengembangan wilayah di Kota Pekalongan , meliputi :

a. Mengidentifikasi struktur ekonomi wilayah dan industri unggulan, sektor pendidikan dan sektor ketenagakerjaan

b. Merumuskan konsep perencanaan pengembangan pendidikan berbasis keunggulan wilayah di Kota Pekalongan

1.3.2. Ruang Lingkup Spasial

Ruang lingkup kewilayahan dalam penulisan ini adalah di wilayah administrasi Kota Pekalongan secara umum